Memperingati hari Ibu nasional, Pengurus Rayon Al-Awwam PMII Ngalah Pasuruan mempersembahkan Lomba Cipta Video Kreasi Puisi

Pamflet Lomba Cipta Video Kreasi Puisi

Pengurus Rayon Al-Awwam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) komisariat NGALAH PASURUAN mengadakan kegiatan Lomba cipta video kreasi puisi di lingungan Universitas Yudharta Pasuruan. Kegiatan ini bertujuan untuk memperingati memperingati hari ibu nasional, Rabu (22/12) di kantor kesekretariatan rayon PMII NGALAH Purwosari kabupaten Pasuruan.

Kegiatan Lomba kreasi yang diadakan oleh pengurus Rayon Al Awwam PMII NGALAH tersebut bertujuan untuk menggugah jiwa kesenian dari seorang pelajar,santri, Mahasiswa yang berada di lingkungan kampus Universitas Yudharta Pasuruan dan Pondok Pesantren Ngalah.

Mengutip pembicaraan M. Abdul Rohman, selalu ketua rayon Al Awwam PMII NGALAH PASURUAN, “sudah sa’atnya kita sebagai mahasiswa bergerak menerapkan tri Dharma yang nomer 3 yaitu pengabdian kepada masyarakat dengan menyediakan media untuk berkreasi di ruang lingkup sekitarnya, salah satunya dengan mengadakan perlombaan guna menggugah kreatifitas para pelajar.”

“mengingat hari ini adalah hari ibu, banyak generasi milenial yang mengungkapkan isi hatinya di media sosial, dan tak sedikit pula yang ingin memberikan hadiah untuk ibunya seperti karya puisi” Imbuh Sahabat rohman dalam rapat persiapan Lomba

Dan dengan di adakanya lomba cipta video kreasi puisi ini semoga bisa memberikan dampak positif terhadap peserta, sehingga mampu menambah daya saing dalam berkarya dan berkespresi .

PESTA KAMPUS !

Pesta meriah sudah mulai di helakan
Laga bergengsi yang sedang diperhatikan
Seketika merebak orasi-oraasi tangan
Menggaungkan sebuah tulisan-tulisan
Berisi kan nama yang diagungkan
Bergrilya berebut simpati
Citra pesona pun menjadi materi

Tak ada demokrasi secara substansial tanpa adanya Kejujuran juga keadilan semua hanya ilusi
Demokrasi, seni menyatukan bukan menjatuhkan
ia bak pelangi
Terkumpul dari bagian berbedaa dalam satu kombinasi

Bukan meyoal mengenal nama ataupun metatap wajah
Tapi bagaimana untuk bisa melihat isinya
Bukan pula soal sebatas janji semata
Tapi kerja nyata seperti apa nantinya

Memilih tanpa memilih memang merupakan wujud pilihan
Memilih tanpa adanya pertimbangan itulah keplin-planan

Oleh : Kader Basmalah!

BANGUN PEMUDA!

Tekanan, tekanan, dan benturan datang bertubi
Selalu datang dari segala lini
pikiran terpompa tanpa jeda berhenti
Letih selalu berkunjung menghiasi hari

Dalam penderitaaan ini
Nurani menggigil di sudut sepi
Tetap melangkah diatas rasa nyeri
Sekejap enggan untuk dapat bermimpi lagi

Sesegeralah bangkit !
Kau,, pemuda penggerak yang pantang tunduk, pantang tumbang dalam kenistapaan, sekokoh batu karang
Rakit dan rajud kembali serangkai tekad

Habiskan masa kelam penuh kesuraman ini badai pasti berlalu
Bangun pemuda, Jangan terlena dalam rebah bumi pertiwi
Kepiluan bukan untuk diratapi bahkan ditangisi
Jikalau pun perlu lakukan saja
Muntahkan, tumpahkan, tuntaskan
Tapi ingat, jangan lupa berdiri tegak dengan acungan metal sesudahnya

Karya : Sahabat Nur Fuadi ( Ketua Rayon Jaka Tingkir 20/21 )

PMII NGALAH Sambut Mahasiswa Baru Yudharta Dengan Kelas Public Speaking

Tanggal 4 Desember 2021 Bertempat di depan gedung aula pancasila, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat NGALAH mengadakan kelas publik speaking yang dinamai ES-KEPALS (Eksekusi Kelas Public Speaking) .

Forum ES KEPALS Ini sangat bermanfaat dan meriah. Hal ini dibuktikan dengan banyak nya peserta yang mengikuti forum tersbut. Terhitung kurang lebih 30 peserta yang datang dari berbagai kalangan mahasiswa.

Kegiatan ini diadakan dalam rangka melatih dan mengasah kemampuan public speaking para anggota PMII Ngalah dan menyambut Kedatangan calon anggota baru PMII Ngalah. Sebagaimana termaktub dalam tujuan PMII ” Terbentuknya Pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa Kepada Allah SWT , berbudi Luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya serta komitmen memperjuangkan cita cita kemerdekaan Indonesia “

Pelatihan ini di pimpin langsung oleh sahabat M Afiful Khikam Selaku wakil Ketua 2 komisariat PMII Ngalah. Sahabat afif menyampaikan bahwasanya ada 3 unsur yang penting dalam public speaking mulai dari berani ( percaya diri) , Pendalaman Materi, dan Konsentrasi.

Setelah sahabat afif ( Selaku pemantik ) menyampaikan materi tentang public speaking dia juga mengajak seluruh peserta mempraktekkan materi public speaking tersebut. Berbicara di depan umum ( public speaking ) tidak cukup dengan materi tetapi juga harus di praktekkan dan terbiasa, imbuhnya.

Kegiatan ini di akhiri dengan sesi foto bersama antara peserta dengan pengurus rayon dan Komisariat PMII Ngalah. Sesi foto ini Juga diisi dengan pengambilan video sambil mengucapkan salam Pergerakan sebagai pamungkas akhir sesi foto bersama.

Penulis : Sahabat Nabil Khoiruddin

PC PMII Pasuruan Mati Suri, PMII Ngalah Gelar Tahlil dan Do’a Bersama

Pengurus Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Ngalah Pasuruan gelar kegiatan Tahlil dan Do’a Bersama memperingati 100 hari wafatnya PC PMII Pasuruan, Jum’at (3/12) di Sekretariat PMII Ngalah Purwosari Kabupaten Pasuruan.

Kegiatan yang diikuti oleh kader-kader PMII Ngalah Pasuruan tersebut diinisiasi karena keresahan terhadap kondisi Pengurus Cabang PMII Pasuruan masa khidmat 2021-2022 yang tanpa ada kabar dan tak kunjung nampak pergerakannya.

Dijelaskan oleh Noer Fikri Arrosyid, Ketua Komisariat Terpilih PMII Ngalah Pasuruan, “Sudah genap 100 hari sejak terpilihnya Ketua Umum dan Ketua Kopri dalam Konferensi Cabang ke-XX PC PMII Pasuruan masih belum terdengar kabar pelaksanaan pelantikan”.

“Sedangkan dalam peraturan organisasi hasil Muspimnas PMII tentang Syarat-syarat Pengajuan SK dan Pelantikan PMII bab V pasal 8 ayat 1 berbunyi “Pelantikan PKC, PC, PK, dan PR paling lambat dua bulan setelah Konkoorcab/Konfercab/RTK/RTAR” imbuhnya.

Selain itu, mahasiswa jurusan Administrasi Bisnis Universitas Yudharta Pasuruan ini juga mengkritik PC PMII Pasuruan yang selama ini belum nampak wujud pergerakannya. Fikri sapaan akrabnya beranggapan, PC PMII Pasuruan saat ini mengalami degradasi nalar kritis dan kemunduran dalam membangun eksistensi PMII di sektor internal maupun eksternal.

“Tentu ketika cabang dalam kondisi seperti saat ini akan berdampak pada proses pengkaderan organisasi di bawahnya” ucap Kader PMII asal Rayon Guevara tersebut.

“Dan dengan dilaksanakannya kegiatan Tahlil dan Do’a Bersama ini, Pengurus Komisariat dan seluruh Kader PMII Ngalah Pasuruan berharap PC PMII Pasuruan kembali pada role pergerakannya dan mampu mewujudkan PMII Pasuruan yang tertib administrasi serta lebih baik dari sebelumnya” pungkas Fikri.

Penulis : M Afiful Khikam

Bela Negara, Islam Nusantara, & Paradigma Kritis Transformatif

Dari Kiri: Amin (Moderator), Agus Sunyoto, Sakban Rosidi, dan Fadillah Putra
Dari Kiri: Amin (Moderator), Agus Sunyoto,                          Sakban Rosidi, dan Fadillah Putra

 

“Tuhan tidak perlu dibela, Dia sudah Maha Segalanya.

Belalah mereka yang diperlakukan tidak adil.” (Gus Dur)

 

Oleh: Makhfud Syawaludin*

 

Adanya Agama dan Negara, harusnya menegakkan Kebajikan dan Keadilan

Tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu.” Kalimat dari Gus Dur tersebut, selayaknya sudah diarusutamakan. Berbuat kebajikan harus diutamakan, bukan hanya beragamanya. “Beragama saja tidak dipaksakan, lantas apa yang membuat penting kita beragama? Tujuan agama itu apa? Tujuan agama pada hakikatnya adalah bagaimana kita bisa berbuat baik dan adil. ‘Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru pada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung (QS. Ali Imran: 104)’.” Ujar Dr. Sakban Rosidi, M.Si., dalam kegiatan yang diselenggarakan kelompok Diskusi Ngaji Bareng di SMP Bhineka Tunggal Ika Sengonagung Purwosari Pasuruan (14/02/2016).

Kegiatan bertemakan “Bela Negara dalam Wacana Kontemporer” tersebut, Rosidi kemudian mempertanyakan, “Mengapa butuh Negara? Kalau tidak ada Negara, siapa yang menjamin hak-hak kita sebagai manusia?.” keberadaan Negara dipertanyakan eksistensinya dalam melakukan kebajikan dan keadilan itu sendiri. Bukan soal Negara tersebut harus Islam atau tidak, yang penting menegakkan keadilan dan kebajikan. “Ibnu Taimiyah dalam al-Hisbah fi al-Islam (1967) berani mengatakan bahwa negara yang adil –meskipun kafir- lebih disukai Allah daripada negara yang tidak adil –meskipun beriman. Dunia akan bertahan dengan keadilan meskipun tidak beriman, tetapi tidak akan bertahan dengan ketidakadilan meskipun Islam.” Tegas Sakban Rosidi selaku Sekretaris Eksekutif Universitas Islam Majapahit tersebut.

Berbicara soal kesunnahan Nabi Muhammad yang dijadikan kunci keberhasilan sebuah ruh beragama, Rosidi menganggapnya sebagai sebuah kesempitan pemahaman saja. “Soal sunnah Nabi, substansinya ada tiga, yaitu: a). Menghargai tradisi, bukan semata memakai atribut tradisi (sunnah arabi), b). Berperilaku yang baik, sebab Nabi Muhammad sebagai seorang penerima risalah. Misalnya al-Amin, jujur, dan lain-lain (sunnah muhammadi), dan c). Sunnah Nabi, yakni perilaku Muhammad setelah menerima wahyu dari Allah.” Terang Sakban Rosidi, selaku mantan aktifis PMII tersebut.

 

Islam Nusantara; Benteng NKRI dan Islam Rahmatan Lil ‘Alamin

Kekerasan atas nama agama setidaknya jangan terlalu serius dianggap sebagai sebuah akar permasalahan. Berkemungkinan, radikalisme agama hanya merupakan cabang dari lingkaran konflik yang dikonstruk untuk kepentingan kejahatan yang lebih besar. “Isu perdebatan antar dan inter umat beragama, menjadi peluang suburnya kapitalisme.” Papar KH. Agus Sunyoto selaku penulis buku Atlas Walisongo dalam diskusi tersebut. Meski demikian, radikalisme agama tidak bisa dipandang sebelah mata begitu saja. Memperkuat pemahaman agama yang inklusif sekaligus bercengkrama dengan kebudayaan menjadi penting dan merupakan kebutuhan dalam beragama dalam konteks kebangsaan dan kenegaraan saat ini. “Salah satu solusinya adalah kita harus menguatkan pemahaman agama dengan benar dan menjadikan kebudayaan atau kearifan lokal sebagai benteng persatuan.” Tegas Agus Sunyoto selaku ketua Lesbumi PBNU 2015-2020 tersebut.

Semenjak digulirkannya istilah “Islam Nusantara”, sebenarnya merupakan sebuah keberhasilan dalam mengawal Islam Ramah dalam arus internasional. Mengapa demikian, sebab “Islam Timur Tengah” bukan lagi menjadi kiblat satu-satunya dalam memandang dan memahami bagaimana agama Islam itu hidup dan berkembang. Selain itu, “Islam Nusantara” dapat memperkuat hubungan Islam dengan negara (Negara Kesatuan Republik Indonesia) dan tradisi keislaman yang ramah serta mengakomodasi tradisi lokal yang dianggap baik. “Islam Nusantara sama dengan NU/Nahdlatul Ulama setingkat dunia sebagai sebuah proses memperkuat tradisi kesilaman yang dijalankan umat Islam di Indonesia.” Ujar Agus Sunyoto, aktifis kelahiran Surabaya, 21 Agustus 1959 tersebut.

Bukannya mengedepankan NU, itulah faktanya. NU bukan lagi organisasi nasional, namun organisasi setingkat internasional. Dengan bergaungnya “Islam Nusantara”, telah “memperkuat tradisi NU dan memperkuat lokalitas” lanjut Agus Sunyoto. Ketika lokalitas mendapatkan kekuatan, Islam akan hidup dan berkembang seperti pada masa-masa para walisongo. Sebuah kehidupan Islam yang santun, ramah, toleran, dan sarat dengan nilai-nilai kebajikan. “Kalau Islam ingin dijadikan mencusuar nusantara dan dunia, tergantung bagaimana kita (Islam) melihat keberagaman.” Tegas Prof. H. Hariyono dalam Seminar dan Bahtsul Masail dengan tema “Islam Nusantara: Meneguhkan Moderatisme dan Mengikis Ekstrimisme dalam Kehidupan Beragama” yang diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah NU (PWNU) Jawa Timur di Universitas Negeri Malang (13/02/2016).

 

Bela Negara dalam Paradigma Kritis Transformatif

Bela negara saat ini, dapat menjadi sebuah peluang sekaligus tantangan kita bersama sebagaimana kita harus lebih kritis dalam memahaminya. Bisa saja dimungkinkan, bela negara hanya akan menjadi alat oleh negara atau militer untuk melakukan dominasi terhadap kehidupan warga negara atau masyarakat sipil. “Kita menghadapi banyak lawan dan kontestasi wacana, seperti globalisasi dan gerakan ultra kanan. Kemudian Isu (Bela Negara) adalah isu sensitif atau halus, bila sampai robek bisa kemana-mana.” Ujar Fadillah Putra, M.Si., M. PAff., selaku Ketua DRD (Dewan Riset Daerah) Kabupaten Pasuruan dalam kegiatan Ngaji Bareng yang didukung pula oleh Pondok Pesantren Ngalah Purwosari tersebut (14/02/2016).

Lebih lanjut, Fadillah Putra mengutarakan pertanyaan “Negera seperti apa yang harus dibela?” Inilah yang harus kita kritisi bersama. Sebab menurut Putra, perilaku negara dapat berbeda-beda selama ini, setidaknya terdapat empat kategorinya. “Perilaku negara ‘Pluralis’, negara hanya mengakomodasi semua kepentingan. Kemudian negara ‘Maxis’, negara didominasi kelompok mayoritas. Selanjutnya negara ‘Leviathan’, negara mempunyai kepentingan untuk mendominasi masyarakatnya. Terakhir, negara ‘Patriarkal’, negara didominasi oleh jenis kelamin tertentu.” Jelas Alumnus Universitas Texas USA tersebut.

Sebelumnya Ahmad Hidayatullah dalam diskusi rutinan “Ngabar” (Ngaji Bareng) di MI Darut Taqwa (08/02/2016), masih terselip sebuah keraguan. “Ada apa dan mengapa “Bela Negara” digaungkan saat ini? Akankah ini hanya bagian dari politik kekuasaan saja?” Tanya aktifis GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) Pasuruan tersebut. Hingga pada akhir diskusi, keraguan akan adanya hidden agenda Bela Negara tidaklah menjadikan kita terbebas dari membela negara agar negara tetap memperjuangkan persatuan dan keadilan sosial. “Pemenangan wacana yang tepat bagaimana Bela Negara menjadi penting untuk digalakkan, agar implementasi Bela Negara benar-benar substansial.” Ujar Abdurrahman Amin selaku ketua MATAN (Mahasiswa Ahlut Thariqah) Pasuruan tersebut.

Pada kesempatan yang sama, Makhfud Syawaludin dalam diskusi rutinan “Ngabar” (08/02/2016), beranggapan bahwa gagasan Bela Negara merupakan sebuah Manhaj al-Fikr atau sebuah Paradigma Berpikir. Argumentasi tersebut diilhami dari buku “Jawaban dari Pondok Pesantren Ngalah Sengonagung Purwosari Pasuruan” untuk kegiatan Konferensi Ulama Thariqah dalam rangka Bela Negara, NKRI, Pancasila, dan UUD 1945 Harga Mati di Pekalongan (15-17/01/2016). “Bela Negara merupakan sebuah Manhaj al-Fikr, yakni dengan empat prinsipnya memupuk semangat religius (Ruh al-Tadayyun), memupuk dan menumbuhkan semangat nasionalisme (Ruh al-Wathaniyah), memupuk semangat pluralitas (Ruh al-Ta’addudiyah), dan memupuk semangat humanitas (Ruh al-Insaniyah).” Ujar Makhfud Syawaludin selaku Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Yudharta Pasuruan tersebut. Secara lebih sederhana menurut Fadillah Putra, dengan kita berparadigma kritis juga termasuk bela negara. “Melawan Negara yang tidak adil, termasuk Bela Negara.” Tegas anggota Averroes Community tersebut (14/02/2016).

Tektualitas pasal 27 ayat 3 dalam UUD 1945 adalah setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Dalam konteksnya, entah apa yang harus kita dahulukan, melawan radikalisme agama kah? Atau kita hanya terjebak dalam memperdebatkan kebenaran atas agama tertentu? Mungkin kah melawan kapitalisme dan kemiskinan didahulukan? Atau mungkin saja melawan korupsi dan narkoba yang lebih didahulukan? Bisa jadi ada permasalahan lain yang lebih penting untuk diselesaikan. Singkatnya, Negara harus hadir sebagai sebuah kekuatan dalam membela ketidakadilan dan menegakkan kebajikan. Bila tidak demikian, melawan dan mengajak Negara membela ketidakadilan dan menegakkan kebajikan adalah bagian dari “Bela Negara”. Setidaknya itu lah yang mereka dan penulis sebut sebagai sebuah “Bela Negara”. (MakhfudSy).

*Penulis adalah aktifis PMII Pasuruan dan Jamaah Ngabar (Ngaji Bareng) di Republik Ngalah.

AKU PMII

deklamator: Dhalut Phyton
deklamator: Dhalut Phyton

 

Kala itu

Aku terus malu

Kebodohan tertuju padaku

Bukannya aku tertipu

Namun itulah aku

Sebelum bersamamu, PMII ku

 

Sejak saat itu

Aku terus maju

Kebodohan masih bersamaku

Bukan aku tak mau

Namun itulah aku

Saat-saat bersamamu, PMII ku

 

Saat ini

Aku terus bermimpi

Kebodohan adalah inti

Sebuah semangat mencari jati diri

Melupakan usaha dan pengorbanan diri

Petuah itu kuambil di PMII

 

Aku bagian dari PMII

Aku berhutang kepada PMII

Aku berhasil melalui PMII

Aku tersesat untuk maju pun di PMII

 

PMII buatku adalah jalan lurus

PMII adalah jalan sesat yang benar

Mereka yang bernaung dibawahnya

Tersadarkan akan dinamika kehidupan

 

Akhirnya

PMII menyadarkan kebodohanku untuk terus belajar

PMII mengingatkan usahaku menuju keberhasilan

PMII menginsyafkan dzikirku untuk menghamba

PMII membalikkan otakku untuk berpikir perubahan

PMII mendorongku untuk beramal saleh sebagai perjuangan

Itulah dzikir, pikir, dan amal saleh

 

malam pengukuhan PKD PMII Ngalah Universitas Yudharta Pasuruan
malam pengukuhan PKD PMII Ngalah Universitas Yudharta Pasuruan

Pasuruan, 04 April 2015

Makhfud Syawaludin

Sekretaris Umum PC PMII Pasuruan 2014-2015

*Pernah dideklamasikan pada Pembaiatan PKD (Pelatihan Kader Dasar) XIV PK PMII Ngalah Universitas Yudharta Pasuruan pada tanggal 9-12 April 2015

Ke-PMII-an; Mengintip sejarah Kelahiran, Simpul-Simpul perjalanan PMII, & Konstitusi PMII

Oleh: Makhfud Syawaludin*

20141129_090748
Permainan Ular Buta diselah-selah MaPABa tahun 2014

Penyegaran dan “Modernisasi” NU tidak lepas dengan keberhasilan PMII.

Kader-Kader PMII menyebar hampir ke semua tingkat NU ke seluruh Nusantara.

Ketaatan kultural kepada Ulama yang membangun Jam’iyah NU tidak berubah, tetapi lebih kritis mengembangkan pemikiran-pemikiran keagamaan yang sejalan dengan dinamika zaman.

(M. Said Budairysalah seorang deklarator kelahiran PMII)

 

  1. Cikal Bakal dan Kelahiran PMII

Pada awalnya memang PMII adalah bagian dari NU (Nahdhatul Ulama) di bawah naungan Banon IPNU (Ikatan Pelajar NU). Bermula munculya Ide pembentukan wadah kemahasiswaan berideologi ASWAJA sempat dilontarkan pada Muktamar II IPNU tanggal 1-5 Januari 1957 di Pekalongan Jawa Tengah. Namun, Ide tersebut tidak terlalu ditanggapi serius oleh pucuk pimpinan IPNU. Kala itu IPNU memang masih perlu pembenahan, sebab dari banyak fungsionaris IPNU berstatus mahasiswa, sehingga dikhawatirkan mengganggu perjalanan IPNU yang masih baru terbentuk (24 Februari 1954).

Meski demikian, keinginan kuat akan pembentukan wadah khusus mahasiswa terus berlanjut. Hal ini terbukti pada Muktamar III IPNU tanggal 27-31 Desember 1958 di Cirebon Jawa Barat, pucuk pimpinan IPNU didesak oleh peserta muktamar untuk membentuk wadah khusus tersebut dengan masih tetap dalam naungan IPNU, yakni dalam wadah departemen perguruan tinggi IPNU. Selanjutnya, adanya wadah dengan model tersebut tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Terbukti pada Konferensi Besar IPNU di Kaliurang Jogjakarta tanggal 14-16 Maret 1960, memutuskan terbentuknya suatu wadah/organisasi mahasiswa nahdliyin yang terpisah secara struktural maupun fungsional dari IPNU-IPPNU.

Terlepas dari itu, ternyata keingingan membentuk wadah tersebut telah lama ada. Misalnya berdiri IMANU (ikatan mahasiswa NU) pada bulan Desember 1955 di Jakarta. Akan tetapi, kehadirannya belum bisa diterima banyak pihak terutama sesepuh NU sendiri. NU takut adanya IMANU akan melumpuhkan IPNU yang baru 1 tahun sebelumnya berdiri dengan mayoritas pengurus IPNU adalah mahasiswa. Kemudian ada KMNU (keluarga mahasiswa NU) di kota Surakarta yang diprakarsai oleh H. Mustahal Ahmad. Tidak jauh berbeda, di Bandung ada dengan nama PMNU (persatuan Mahasiswa NU).

Lalu, apa yang mendasari pimpinan IPNU menyetujui adanya wadah khusus mahasiswa tersebut? Berikut alasannya: a). Wadah departemen perguruan tinggi IPNU dianggap tidak lagi memadai gerakan kemahasiswaan, b). Perkembangan politik dan keamanan di dalam negeri yang menuntut pengamatan yang ekstra hati-hati, khususnya bagi mahasiswa Islam, c). HMI satu-satunya wadah kemahasiswaan Islam pada waktu itu dinilai terlalu dekat dengan Partai Masyumi, sedangkan tokoh Masyumi telah melibatkan diri dalam pemberontakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia), d). Intelektualitas NU masih sedikit, dan e). Didirikannya kampus NU di berbagai tempat.

Lebih lanjut, setelah disepakati pembentukan wadah baru, dibentuk juga tim sponsor pendirian organisasi mahasiswa tersebut (sebanyak 13 orang), yakni: Kholid Mawardi (Jakarta), Said Budairy (Jakarta), M. Sobich Ubaid (Jakarta), M. Maksun Syukri BA (Bandung), Hilman (Bandung), H. Isma’il Makky (Yogyakarta), Munsif Nahrawi (Yogyakarta), Nuril Huda Suaidy HA (Surakarta), Laily Mansur (Surakarta), Adb. Wahab Jailani (Semarang), Hisbullah Huda (Surabaya), M. Cholid Narbuko (Malang), dan Ahmad Husain (Semarang).

Walhasil, terbentuklah organisasi PMII pada Musyawarah Mahasiswa Nahdliyin tanggal 14-16 April 1960 di Gedung madrasah Muallimin NU Wonokromo Surabaya kelanjutan dari Konferensi Besar IPNU di Kaliurang Jogjakarta tanggal 14-16 Maret 1960. Dikarenakan peraturan dasar PMII dinyatakan berlaku mulai 21 Syawal 1379/17 April 1960, sehingga harlah PMII dilaksanakan setiap tahun pada tanggal 17 April 1960. Kemudian yang menjadi Pengurus Pusat PMII (PP PMII) pertama sebagai Ketua Umum adalah Mahbub Junaidi dan sekretaris umum adalah M. Said Budairi.

Mengapa organisasi yang baru tersebut bernama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)? Berikut alasan pemikirannya:

  1. Seperti bola pemikiran kalangan mahasiswa pada umumnya yang diliputi oleh pemikiran bebas
  2. Berpikir taktis demi masa depan organisasi yang akan dibentuk, karenanya untuk merekrut anggota harus memakai pendekatan ideologi ASWAJA
  3. Inisial NU tidak perlu dicantumkan dalam nama Organisasi
  4. Manivestasi nasionalisme sebagai semangat kebangsaan, karenanya Indobesia harus jelas dicantumkan.

Mengenai nama PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) adalah usulan dari Bandung dan Surabaya yang didukung oleh utusan Surakarta. Sebelumnya ada juga usulan Perhimpunan/Persatuan Mahasiswa Ahlussunah Waljama’ah, Perhimpunan Mahasiswa Sunny (Yogyakarta) dan IMANU (ikatan mahasiswa NU) oleh Jakarta.

 

  1. Situasi dan Kondisi Politik Sekitar Kelahiran PMII

Pada era orde lama, mahasiswa hanya menjadi alat partai politik. Sebut saja Partai Katolik dengan PMKRI (perhimpunan mahasiswa katolik indonesia), Parkindo dengan GMKI (gerakan mahasiswa kristen Indonesia), PNI dengan GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), PSII (partai syariat Islam Indonesia) dengan GMII, PSI dengan Gemsos, PKI dengan CGMI (consentrasi gerakan mahasiswa Indonesia), dan HMI lebih dekat/dikatakan sebagai underbouw Masyumi. Selain itu, Carut marutnya situasi politik bangsa Indonesia dalam kurun waktu 1950-1959, tidak menentunya sistem pemerintahan dan perundang-undangan yang ada, dan pisahnya NU dari Masyumi. PMII hadir untuk lebih berhati-hati soal politik terutama atas nama mahasiswa Islam dan membantu partai NU.

 

  1. Deklarasi Independen PMII

Independensi PMII dicetuskan pada Musyawarah Besar II PMII di Murnajati Lawang Malang pada tanggal 14-16 Juli 1972, yang kemudian lebih dikenal dengan Deklarasi Murnajati. Secara formal PMII berpisah secara struktural dengan NU.

Menurut Otong Abdurrahman yang dikutip Moh. Fajrul Falakh (1988: 11), bahwa motivasi Independensi PMII sebagai berikut: a). Independensi PMII merupakan proses rekayasa sosial PMII dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, b). Mahasiswa sebagai insan akademis harus menetukan sikap, ukurannya adalah obyektifitas dalam mengemukakan ilmu, cinta kebenaran dan keadilan, c). PMII merasa canggung dalam menghadapi masalah-masalah Nasional karena harus selalu melihat dan memperhatiakan kepentingan induknya, d). Untuk mengembangkan ideologinya, PMII mencoba memperjuangkan sendiri, sebab dengan perubahan AD/ART yang tidak lagi dibatasi secara formal oleh madzhab yang empat. Dengan demikian diharapkan PMII dapat berkembang diperguruan tinggi umum dan lebih-lebih agama, sedangkan d). Secara politis sikap independen itu konon ada bergaining antara tokoh PMII pada saat itu dengan pemerintah, dan ini terbukti sejumlah tokoh PMII tersebut, seperti Zamroni, Abduh Paddare, Hatta Musthofa, Said Budairi, tercatat sebagai orang yang mendirikan deklarasi pemuda Indonesia yang kemudian menjadi KNPI (komite Nasional Pemuda Indonesia).

 

  1. Dekralasi Interdepedensi PMII

Deklarasi Murnajati tidak dimaksudkan menciptakan garis damargasi antara PMII di atu pihak dengan NU dipihak lain. Diantara keduanya senantiasa terjalin hubungan yang dibangun diatas persamaan paham keagamaan, pemikiran, sikap sosial, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, Kongres X PMII tahun 1991 di Jakarta melahirkan pernyataan “Deklarasi Interdepedensi PMII-NU”.

Penegasan hubungan itu didasarkan pada pemikiran-pemikiran, yakni a). Interdepedensi PMII-NU ditempatkan dalam konteks keteladanan ulama (pewaris Nabi) dalam kehidupan keagamaan dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, b). Adanya ikatan kesejarahan PMII-NU. Bagaimana pun, mayoritas warga PMII berasal dari NU, secara langsung maupun tidak, akan mempengaruhi perwatakan PMII secara umum, c). Adanya kesamaan paham keagamaan PMII-NU. Sama-sama mengembangkan Islam Aswaja (Tawassuth, I’tidal, Tasamuh, Tawazun, dan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar) serta menganut pola pikir, pola sikap, dan pola tindak secara selektif, akomodatif, dan integratif (sesuai prinsip dasar almuhafadatu Alal Qadimis Shalih Wal Akhzdu Biljadi al Aslah), d). Adanya kesamaan persamaan kebangsaan, yakni Islam Indonesia, dan e). Adanya persamaan kelompok sasaran, yakni masyarakat kelas menengah kebawah.

Sedangkan untuk merealisasikan interdepedensi PMII-NU, sekurang-kurangnya terdapat prinsip-prinsip a). Ukhuwah Islamiah, b). Amar Ma’ruf Nahi Mungkar, c). Mubadi Khoiru Ummah (langkah awal pembentukan umat terbaik), d). Al Musawah (seimbang), dan e). Hidup berdampingan dan berdaulat secara penuh.

  1. Konstitusi PMII

Setiap organisasi itu harus mempunyai konstitusi (aturan-aturan) agar semakin mudah mencapai tujuan yang telah disepakati bersama, termasuk PMII. Misalnya, PMII berazaskan Pancasila (Pasal 2 AD/ART PMII).

Selain itu, PMII juga bersifat keagamaan, kemahaiswaan, kebangsaan, kemasyarakatan, independensi, dan profesional (pasal 3 AD/ART PMII). Adapaun tujuan PMII yaitu terbentuknya pribadi Muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia (pasal 4 AD/ART PMII). Kemudian struktur organisasi PMII terdiri dari a). Pengurus Besar (PB), b). Pengurus Koordinator Cabang (PKC), c). Pengurus Cabang (PC), d). Pengurus Komisariat (PK), dan e). Pengurus Rayon (PR) (pasal 7 AD/ART PMII).

Lebih lanjut, PMII dalam hal permusyawaran terdiri dari 1). Kongres, 2). Musyawarah Pimpinan Nasional (Muspimnas), 3). Rapat Kerja Nasional (Rakernas), 4). Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas), 5). Konferensi Koordinator Cabang (Konkoorcab), 6). Rapat Kerja Daerah (Rakerda), 7). Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspimda), 8). Konferensi Cabang (Konfercab), 9).  Musyawarah Pimpinan Cabang (Muspimcab), 10). Rapat Kerja Cabang (Rakercab), 11). Rapat Tahunan Komisariat (RTK), 12). Rapat Tahunan Anggota Rayon (RTAR), 13). Kongres Luar Biasa (KLB), 14). Konferensi Koordinator Cabang Luar Biasa (Konkoorcab LB), 15). Konferensi Cabang Luar Biasa (Konfercab LB), 16). Rapat Tahunan Komisariat Luar Biasa (RTK LB), 17). Rapat Tahunan Anggota Rayon Luar Biasa (RTAR LB) (pasal 26 AD/ART PMII).

Selain itu, kaderisasi di PMII bertopang pada tiga pilar yakni Kemahasiswaan, Keislaman, dan Keindonesiaan. Adapun jenis kaderisasi meliputi tiga hal, yakni 1). kaderisasi formal (pendidikan yang mengarah pada pemahaman terhadap tugas dan fungsi PMII) misalnya MaPABa, PKD, dan PKL, 2). kaderisasi non formal (Pendidikan yang mengarah pada kebutuhan warga PMII) misalnya seperti pelatihan Jurnalistik, pelatihan Manajemen Forum, dan lain sebagainya, dan 3). kaderisasi informal (pembelajaran yang bertujuan membiasakan kader dengan misi, tugas, tanggungjawab, dan berbagai suasana keseharian organisasi) misalnya mengajak diskusi anggota PMII, berkunjung ke PMII kampus lain, dan lain sebagainya. Ketiga kaderisasi tersebut saling merajut menuju kader ulul albab.

Makna Lambang PMII (Oleh H. Said Budairy)

  1. Bentuk ;

Perisai berarti ketahanan dan kemampuan mahasiswa Islam Indonesia terhadap berbagai tantangan dan pengaruh dari luar.

  1. Bintang berarti ketinggian dan semangat cita-cita yang selalu memancar.
  2. Lima bintang sebelah atas menggambarkan Rosullullah dan sahabatnya.
  3. Empat bintang sebelah bawah menggambarkan empat madzhab yang berhaluan ahlussunah wal jama`ah.
  4. Sembilam bintang sebagai jumlah bintang bermakna ganda :
    1. Rosulullah dan empat sahabatnya serta empat imam madzhab itu, laksana bintang yang slalu bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan tinggi dan menerangi kehidupan manusia.
    2. Sembilan orang penyebar Islam di Indonesia yang dikenal dengan Wali Songo.
    3. Warna :
      1. Biru; sebagaimana dalam tulisan PMII berarti kedalaman ilmu yang harus dimiliki dan digali oleh kader pergerakan. Biru juga menggambarkan lautan yang mengelilingi kepulauan Indonesia dan menyatukan antar kepulauan.
      2. Biru muda; sebagai warna dasar perisai sebelah bawah berarti ketinggian ilmu pengetahuan, budi pekerti dan taqwa.
      3. Kuning; sebagai warna dasar perisai sebelah atas berarti identitas kemahasiswaan yang bersifat dinamis dan semangat yang selalu menyala serta pengharapan menyongsong masa depan.

pmii

Berpikir se-kritis dan se-radikal mungkin, yang penting tetap belajar.

Semoga tetap semangat Membaca, Berdiskusi, dan Menulis Sahabat/Sahabati.

 

Daftar Buku Bacaan

Buku Panduan Kaderisasi PMII 2014 PB PMII 2011-2014

Hasil-Hasil Muspimnas Jayapura Papua 11-16 Desember 2012

Hasil Kongres PMII Jambi 30 Mei-09 Juni 2014

Fauzan Alfas, PMII dalam simpul-simpul sejarah perjuangan, PB PMII 2006

*Ketua Komisariat PMII Ngalah UYP 2012-2013

Disampaikan pada MaPABA 2014 di PP Ketan Ireng Prigen

Atas ↑