Sufi Eksentrik: Membina Pelacur


Mbah Sungeb kyai jadhug tapi tasattur (sengaja menyembunyikan kelebihannya). Tak banyak yang mengetahui jati dirinya.

Suatu kali ada acara NU di Surabaya. Kyai Bisri Mustofa mengajak sejumlah kyai Rembang untuk berangkat berombongan dengan mobil miliknya. Mbah Sungeb ingin ikut tapi tak berani ngomong sendiri, maka ia minta tolong salah seorang kyai itu untuk mengusulkannya kepada Kyai Bisri.

“Sungeb kok dinaikkan mobil segala”, jawab Mbah Bisri, “Nggak usah!”

Rombongan pun berangkat tanpa Mbah Sungeb.

Sebagian kyai merasakan ganjalan di hati: Kyai Bisri kok pelit sekali, ditambahi nunutan satu orang lagi saja kok nggak mau, padahal masih ada tempat. Sebagian lainnya menduga-duga: apa ya, kesalahan Mbah Sungeb, kok sampai sebegitunya Kyai Bisri menyingkurinya?

Sampai di tempat acara dan kyai-kyai turun dari mobil, Mbah Sungeblah orang pertama yang menyambut kedatangan mereka!

Mbah Sungeb memang aneh. Ketika Pemda Rembang membuka lokalisasi pelacuran, Mbah Sungeb yang sudah sepuh justru rajin datang ke tempat itu. Nongkrong di warung-warungnya, ngobrol dengan perempuan-perempuannya. Orang-orang menggugatnya, Mbah Sungeb tak bergeming.

“Terserah aku mau dikatai apa… mau dibilang kyai begenggek (pelacur) ya silahkan saja”, begitu katanya, “orang-orang itu merasa dirinya lebih baik ketimbang begenggek. Padahal kalau begenggeknya tobat tapi yang ngrasani (mempergunjingkan) begenggek tidak tobat…?”

Tak lama sesudah Mbah Sungeb wafat, lokalisasi pelacuran itu ditutup.

Di Pasuruan, ada Kiyai Sholeh (Kiyai Muhammad Sholeh Bahruddin), pengasuh Pesantren Ngalah, Sengoagung, Purwosari. Kiyai Sholeh terkenal dengan banyu yasinan-nya, yaitu air yang sudah disuwuk dengan bacaan Surah Yasin. Banyu yasinan itu merupakan “srana generik”. Siapa pun yang datang dengan hajat apa pun, ia beri seplastik banyu yasinan diiringi doa ala kadarnya agar terkabul hajatnya.

Ketika seorang pelacur datang minta penglaris, banyu yasinan pun beliau sodorkan begitu saja. Tanpa banyak tanya, tanpa nasehat yang nyinyir, apalagi mencela.

Siapa sangka, beberapa waktu kemudian si pelacur datang lagi.

“Saya ini yang dulu datang kesini, Mbah”

“Oh? Sudah pernah kesini?”

“Iya”

Mbah Sholeh manggut-manggut.

“Bagaimana?”

“Sebenarnya suwuknya Simbah itu manjur sekali… tapi sekarang saya minta dicabut saja, Mbah”.

“Lho?”

“Saya ndak kuat lagi, Mbah… saya mau berhenti saja. Gara-gara suwuknya Simbah itu, berminggu-minggu saya ndak bisa istirahat sama sekali…. sampai hancur badan saya…”

Source : http://teronggosong.com/

4 respons untuk ‘Sufi Eksentrik: Membina Pelacur

Add yours

Tinggalkan Balasan ke pmiingalah Batalkan balasan

Atas ↑